Minggu, 18 Desember 2011


Setan Talang Burung Hantu
(Oleh Mas Sukis) 

U
stadz  Bajuri,demikianlah orang-orang dusun Kembang Duren manyapanya. Orang tua ini dikenal  ‘alim walaupun sangat “juhud” (=miskin gitu) kehidupannya. Ia tinggal sebatang kara di sebuah gubuk di pinggir siring di pinggiran kampung Kembang Duren. Sebenarnya,  Bajuri bukan orang  pondokan. Akan tetapi  bila ditanya masalah agama pasti bisa menjawab. Karenanya,orang dusun Kembang Duren memberikan gelar kehormatan “ustadz”.
Pagi itu matahari belum bangun. Padahal ayam-ayam kampung sudah ribut berkukuruyuk. Burung-burung pun  sudah “joging” di dahan-dahan pohon. Alam masih berselimut gelap.
Ustadz Bajuri masih khusuk berdzikir di atas dipan bambu. Mata lelaki tua itu terpejam . Itulah sebabnya ia tak tahu kalau sedari subuh tadi lampu teplok  yang menggantung di tiang gubuk itu sudah mati karena habis minyaknya. Terlihat seekor nyamuk yang sudah “mblending” perutnya tetap enjoy nemplok di jempol sang ustadz.
“Asalamualaikuum... Pak Ustat!” mendadak suara seseorang di luar sana membuyarkan kekhusuaan Ustadz Bajuri.
“Wa’alaikumussalam. Masuk Won!”
Orang yang dipanggil Won tadi naik tangga dengan tergesa sekali.
“Ups!” pintu gubuk Ustadz Bajuri lepas engselnya. Mungkin karena ia terlalu keras mendorongnya. Atau mungkin memang pintu itu kecapaian nemplok di kusennya.
“Ada apa Kliwon,tak biasanya kau buru-buru seperti ini?” tanya Ustadz Bajuri dengan lembutnya.
“Begini Ustat,ternyata di talang Burung Hantu ada penyembah pohon.”
“Subhanalloh!”
“Iya,Pohon Jengkol!”
“Astaghfirullahal’adzim...,yang benar,Won. Jaman internet begini masih ada orang jahiliyah!”
“Benar,Tat. lha wong kemarin saya mencari jengkol di sana. Pohonnya besar, kira-kira dua pelukan orang dewasa,disekelingnya banyak sajen,dupa kemenyan. Iiih...serem banget,kayak di sinetron-sinetron itu, Tat.”
Sejenak Ustadz Bajuri diam. Ia manggut-manggut. Kliwon tak tahu apa yang dipikirkan orang itu.
“Jadi,bagaimana Ustat?” Kliwon tak sabar menanti komentar Ustadz Bajuri.
“Won,kamu mau menemaniku ke talang Burung Hantu?”
“Siap,kapan? Sekarang?” tanya Kliwon penuh semangat.
“Iya. Tapi saya sholat Duha dulu. Kau pulanglah,nanti kusamperi.”
“Okelah kalau begitu...”

T  
alang Burung Hantu,namanya saja sudah menyeramkan. Menurut pakar sejarah di kampung-kampung, talang itu dulunya adalah “markas” burung hantu. Hingga kini pun binatang malam itu masih betah tinggal di sana. Tempat itu merupakan hutan lebat,gelap,jarang sekali orang berani menginjak tanahnya. Kecuali orang yang punya maksud khusus,yaitu menjadi pengikut setan dengan mendapat imbalan berupa harta,tahta,dan wanita.
Ustadz Bajuri berjalan di belakang Kliwon. Di pinggangnya menggantung sebuah kampak bermata dua persis seperti kampak pendekar Naga Geni 212 Wiro Sableng,pendekar sakti dalam cerita fiksi. Ustadz Bajuri memang pernah meguru kepada Mbah Singo Waja di Gunung Berangin. Mereka terus berjalan,dan mulai mendaki tebing yang amat tinggi. Tidak ada bekas roda kendaraan di jalan setapak itu. Para pereli kawasan saja gak pede lewat jalan tersebut.
Bagi kedua orang ini medan seperti itu sudah biasa dilewati. Apalagi Kliwon yang kerjanya mencari jengkol di hutan. Sejam sudah mereka menaiki tebing itu,tapi belum juga sampai di puncaknya. Napas mereka mulai terengah. Tapi mereka terus bergerak naik. Akhirnya sampailah di sebuah dataran yang dipenuhi semak-semak ilalang.  Udara mulai berhembus kencang. Daun-daun kering berlarian di udara.
 “Wuuush!...”
“Awaaas!...” Ustadz Bajuri mendorong tubuh Kliwon karena mendadak muncul benda hitam ke arah mereka.
“Aduh biyooong!...”Terlambat, Kliwon terhantam benda hitam itu. Tubuhnya terjungkal,bergulingan ke tepi tebing. Untunglah tubuhnya tersangkut di sebuah pohon. Kini bayangan  hitam itu menyerang Ustadz Bajuri. Gerakannya cepat sekali,yang terlihat cuma bayangan hitam. Ustadz Bajuri pun tak kalah hebatnya. Setiap tendangan dan pukulan makhluk itu dapat dielakkannya.
“Hai,siapa kau?...” bentak ustadz.
Bayangan hitam itu tak menggubrisnya. Justru ia menyerang dengan lebih garang,pukulan dan tendangan dilancarkan dengan cepat dan bersamaan. Ustadz Bajuri mundur satu langkah,kemudian melompat dan melakukan tendangan memutar.
“Duugh!...” kepala bayangan hitam itu tersambar kaki Ustadz Bajuri. Tubuhnya terhuyung,belum sempat ia memperbaiki kuda-kudanya,Ustadz Bajuri memukul dada dan perutnya.
“akh!...” bayangan hitam terjerembam ke tanah.
“Ampuuun,Ustat,ampuuun...”kata bayangan hitam itu sambil memegangi dadanya.
“Siapa Kau? Aku tak mengenalimu,mengapa menyerangku?”
“Kaumengenalku,Pak Ustadz.”
Ustadz Bajuri meneliti makhluk berjubah hitam yang terkulai di depannya. Wajah makhluk itu masih emje alias mak jelas karena memakai penutup kepala pula.
“Aku tak mengenalmu orang aneh,aku pun tak pernah berurusan denganmu. Pergilah,aku ada pekerjaan penting.”
“Kau sangat mengenalku. Bahkan kau pun selalu berurusan denganku,Ustadz Bajuri!”
Ustadz bajuri menggaruk-garuk kepalanya. Kelihatannya makhluk itu mulai membuatnya pusing.
“Hiyaaaat!,” benar dugaannya,makhluk emje itu kembali menyerang dengan melayangkan kayu ke arah kepala Ustadz Bajuri.
“Ah,kau membuang waktuku saja,” Ustadz Bajuri membalikkan badannya bermaksud melihat keadaan Kliwon. Namun,baru beberapa langkah ia berjalan, naluri pendekarnya merasakan sesuatu yang bergerak dibelakangnya.
“Hiyaaaat!,”benar dugaannya,makhluk emje itu kembali menyerang dengan melayangkan kayu ke arah kepala Ustadz Bajuri.
Lagi-lagi sang ustadz bergerak lebih cepat. Kampaknya menebas kayu itu hingga patah menjadi dua dan jauh terlepas, kemudian senjata tajam itu berputar dengan  cepat membabat  perut bayangan hitam.
“Crass!,... Aduuuh...,” jubah makhluk itu pun robek . Ia terpental ke tanah. Kali ini makhluk aneh itu benar-benar K.O. Ia mengerang sepertinya kesakitan sekali sambil memegangi perutnya. Ustadz Bajuri masih siap siaga,mendadak ia kaget kala mengangkat kampaknya.
“Tak berdarah! Aku yakin perut makhluk itu berhasil kulukai. Tapi ....” Ustadz Bajuri keheranan melihat lawannya tak mengeluarkan darah setetes pun. Padahal perutnya tentu terluka.
“Haha....,”tiba-tiba makhluk bayangan hitam itu bangkit dan terbang mengitari ustadz Bajuri. Suaranya menggema memenuhi hutan itu.
“Allohuakbar! Siapa kau sebenarnya?”
“Aku Setan! Aku Setan! Haha...,”Bayangan hitam yang mengaku setan itu terus terbang berputar-putar mungkin menunjukkan kehebatannya. Sayangnya,ia kurang hati-hati. Ia menabrak pohon lalu meluncur ke tanah dengan kerasnya.
“Blueek!” setan itu diam tak berkutik. Tapi kemudian bangkit dan kembali bermanuver seperti tadi. Gelak tawanya lagi-lagi memekakkan kuping. Dasar setan,gak ada matinya! Ia bertengger di sebatang pohon yang berlubang besar.
“Hai Ustadz,urungkn niatmu untuk menebang pohon itu.”
“Oh,makhluk in tahu rencanaku. Setan betulankah dia,pantas gak berdarah.”
“Bila pohon itu kau tebang,pengikutku akan mencari pohon yang lain untuk disembah. Kaubuang-buang waktu saja. Urusi saja dirimu!” kata setan sambil nangkring di pohon.
“Dasar setan,kerjamu memang begitu. Menggoda manusia untuk ingkar kepada Alloh. Kami ummat Rosululoh berkewajiban untuk berdakwah,amar ma’ruf wanahyi mungkar! Kau takkan bisa menghalangiku untuk menebang pohon itu. Aku akan mengajak mereka kepada tauhid yang lurus! Demi Alloh aku akan berusaha membawa mereka kepada jalan yang lurus,meninggal segala bentuk kemusyrikan,dan menyadarkan bahwa setan adalah musuh nyata bagi manusua!”
“Ustadz Bajuri aku ada tawaran bagus untukmu,”wah si setan mulai mengeluarkan jurus rayuannya, ”Aku prihatin atas kehidupanmu. Ustadz tekun beribadah, tapi kau tetap miskin. Sementara orang yang malas ibadah malah melimpah hartanya”.
“Aku beribadah untuk rido Alloh semata. Melimpahnya harta bukan tanda kemulyaan. Kemiskinan bukan tanda kehinaan. Semua hanya cobaan. Aku bersabar dan beresyukur akan keadaanku ini”
“Iya,itulah kehebatanmu Ustadz. Tapi aku bisa mengubah keadaanmu menjadi lebih baik. Itu pun dengan izin Alloh dan kalau kau mau,” seru setan mencoba menaklukkan lawannya dengan halus.
“Apa maksudmu,setan?”
“Begini,Ustadz..,” setan melayang turun dan mendekati Ustadz Bajuri,”Aku akan memberimu uang setiap kali kau selesai sholat. Dengan uang itu Ustdz bisa membangun masjid,menyantuni fakir miskin,bahkan bisa menunaikan ibadah haji. Bukankah itu jauh lebih mulia ketimbang memikirkan segelintir orang yang menyembah pohon jengkol itu.”
“Astagfirulloh...,kau akan menyuapku Setan terkutuk!”
“Coba pikirkan dengan benar. Manusia ada yang ditakdirkan menjadi hamba Alloh dan ada pula yang ditakdirkan menjadi hambaku,hamba setan. Kausering ceramah hidayah ditangan Alloh,orang yang terkunci mati hatinya takkan dapat diberi peringatan. Mengapa kau tetap akan mendakwai pengikutku yang hatinya telah kuracuni dengan sahwat dunia dan angan-angan kosong...”
Ustadz Bajuri tertegun. Sepertinya argumen setan mulai memengaruhi imannya. Setan menyadari benar perubahan itu. Ia melirik pada Kliwon yang sedari tadi menonton dibalik pohon. Merasa diperhatikan setan lelaki itu pun mengendap-endap mendekati kawannya.
“Ustadz ... terima saja tawaran setan ini...,”ucap Kliwon lirih dengan suara gemetar.
“Hay,semelekete!kau tergoda setan,Won!” bentak Ustadz Bajuri.
“Bukan begitu,tapi ...” Kliwon membisikkan sesuatu kepada Ustadz bajuri. Ustadz manggut-manggut mendengan bisikan Kliwon.
“Ustadz,”setan melanjutkan omongannya,”Aku akan mendatangkan wanita cantik untuk kauperistri,kau bisa punya anak banyak. Itukan impianmu?”
“Baiklah,setan. Aku terima tawaranmu. Awas kalau kaubohong!”
“Haha.... Aku tak pernah bohong... Haha...” tawa kemenangan setan membahana memenuhi mayapada. kemudian lenyap ditelan gelak tawanya sendiri.

B   
egitulah hati manusia. Kadang condong kepada Tuhan, kadang  condong kepada setan. Bisikan Tuhan dan bisikan setan bertarung di hati manusia. Pemenangnya adalah hati yang selalu dziqrulloh,mengingat Alloh setiap saat dan keadaan. Lalu bagaimana dengan Ustad Bajuri, apakah ia sadar akan tipu daya setan? Apa pula yang dibisikkan Kliwon hingga membuat Ustadz Bajuri menerima rayuan setan?
 “Xxxxx???”

Sepulang dari  perjalanan itu,Ustadz Bajuri mendapatkan apa yang dijanjikan setan. Selepas jamaah Subuh di masjid,didapatinya amplop tergeletak di meja gubuknya. Tertulis untuk sohabatku Ustadz Bajuri,dari Setan Penguasa Talang Burung Hantu. Dadanya dag-dig-dug juga menerima transfer uang dari setan itu. Setelah dibuka ternyata berisi uang Rp100.00,-
“Alhamdulilah,ini dari-Mu ya Alloh semoga barokah.”
Ustadz Bajuri tersenyum syukur sambil menyelipkan uang tersebut ke lipatan pecinya. Ia mulai merinci sekali sholat saja dapat seratus ribu, dikali lima, lima ratus ribu ,nah kalo’ seminggu  .... Nah... lelaki tua ini mulai berangan-angan ingin beli ini beli itu. Senyumnya melebar kemana-mana. Serasa terbang dirinya. Hilang kesusahan selama ini. Orang-orang kampung pun keheranan melihat perubahan ustadz kampungnya. Pakaiannya klimis. Santri di masjid digratiskan dari biaya mengaji. Pintu gubuk yang copot sudah diganti. Pokoknya semua kebutuhan hidupnya tercukupi.  Beberapa ibu pengajian  mulai menggosip bahwa ustadz mereka telah nyupang alias memelihara tuyul. Namun,beberapa ibu yang lain membela sang ustadz dengan mengatakan orang soleh itu rizqinya dijamin oleh Alloh.

Ustadz Bajuri berpikir ternyata ada setan yang bisa dipercaya. Buktinya sudah seminggu ini ia mendapat “imbalan” rizqi dari setan penguasa Talang Burung Hantu. Ustadz Bajuri jadi bersemangat menanti  datangnya waktu sholat. Baginya,kini sholat adalah mata pencariannya yang dengannya ia “digaji” oleh setan. Selesai sholat ia buru-buru pulang. Ia berharap kali ini setan memberinya persenan lebih. Tapi  makhluk terkutuk itu selalu memberinya uang dalam jumlah yang sama,seratus ribu rupiah,gak kurang gak lebih.  Beruntung benar dulu Kliwon memberikan ide ini. Terima dulu uangnya,kalau sudah banyak tebang pohonnya. Bisikan Kliwon senantiasa terngiang di telinganya.
“Kau benar,Won. Tapi sekarang aku belum punya  uang banyak,masih banyak recanaku yang belum terwujud. Suatu saat aku pasti menebang pohon setan itu,” demikianlah kata hati Ustadz Bajuri.
Seperti biasa Ustadz Bajuri pukul empat pagi sudah mengaji di masjid. Hari ini ia berencana akan membeli kompor. Uangnya kurang lima puluh ribu. Itu bukan masalah,toh habis subuh ini ia akan dapat uang seratus ribu. Pikirnya penuh keyakinan!
Lelaki tua itu keluar masjid tergopoh-gopoh,sampai-sampai ia salah memakai sandal. Karuan saja si empunya sandal mengejarnya sambil menenteng sandal jepit Ustadz Bajuri.
Lelaki tua itu keluar masjid tergopoh-gopoh,sampai-sampai ia salah memakai sandal. Karuan saja si empunya sandal mengejarnya sambil menenteng sandal jepit Ustadz Bajuri.

“Lha,mana dia kok enggak ada?” ustadz Bajuri terkejut bukan main karena tidak mendapati amplop di tempat biasanya.
“Apa ada yang ngambil? Ah,pintu maupun jendela masih tertutup rapat. Apa belum dikirim? Atau setan itu lupa?” seambrek pertanyaan menyembul di kepala Ustadz Bajuri.
“Hm,mungkin setan Talang Burung Hantu itu menguji kesabaranku...,”Ustadz Bajuri  mencoba menenangkan diri. Hingga tiba Duhur,ia masih berprasangka baik pada setan. Akan tetapi,setelah Duhur pun ia tak menemukan uang di meja rumahnya. Lelaki itu makin geram manakala setelah Asar,Magrib,dan Isya Setan tak memberi uang kepadanya.
“Ini tak dapat dibiarkan. Makhluk jahannam itu mau main-main denganku. Awas kau!” setelah berkata demikian Ustad Bajuri mengasah kapaknya. Ia berniat akan menebang pohon setan di Talang Burung Hantu esok pagi.
Usai Subuh ini Ustadz Bajuri tak demen menerka ada tidaknya uang di rumah. Ternyata,kali ini pun setan itu mengingkari janji. Ustadz Bajuri semakin bulat niatnya. Dibuka jendela gubuknya,dari situ ia menatap geram ke arah bukit tempat Talang Burung Hantu berada. Ingin sekali rasanya ia terbang untuk secepatnya  sampai di tempat itu.

Kali ini Ustadz Bajuri pergi sendiri. Dipinggangnya tergantung kapak bermata dua yang telah siap merobohkan pohon jengkol itu. Dengan dibakar emosi perjalanan ke Talang Bukit Hantu jadi lebih cepat. Kini ia sudah sampai di tempat perkelahiannya dengan bayangan hitam yang ternyata setan itu. Dataran itu sepi,tak ada angin yang menjungkalkan Kliwon. Ustadz Bajuri bergerak cepat. Bayangan pohon jengkol yang disembah manusia nempel di matanya. Ingat akan setan yang enam kali absen mengirim uang cukuplah membuat lelaki itu semakin kesal. Kesal sekali. Kalau saja setan itu nongol pasti akan dicincangnya sampai hancur.
“Mau kemana kau,Bajuri?” suara itu mengagetkan yang punya nama.
“Ah,kau rupanya setan pembohong pengak. Syukur kau datang. Aku tidak perlu susah-susah mencarimu.”
“Haha... Sejak dulu aku selalu ada di dekatmu. Kau saja yang tidak dapat melihatku,Bajuri.”
“Sialan, setan ini tidak menyebutku ustadz lagi. Hm,tak punya hormat lagi dia.”pikir Ustadz Bajuri.
“Kau akan menebang pohon itu? Haha... sekali-kali tidak akan bisa,Bajuri”
“Kita buktikan makhluk neraka!” kaki Ustadz Bajuri mengembang,tangan kanannya menggenggam kapak. Ia berteriak keras lalu menerjang makhluk di depannya.
“Heaaat!...” serangan kapaknya cepat sekali. Tendangan beruntun dan ayunan benda tajam itu bergantian menerjang bayangan hitam. Namun,semuanya dapat dihindari oleh bayangan hitam  dengan mudahnya. Hal ini membuat Ustadz Bajuri bertambah garang. Ia mengamuk seperti kesetanan!
Anehnya,pukulan,tendangan,sabetan kapaknya seolah-olah menerpa tempat kosong. Setan itu kini menjadi bayangan yang tak terjamah. Ustadz Bajuri terengah-engah. Dahulu begitu mudahnya setan ini dijatuhkan. Sekarang,menyentuhnya saja ia tak mampu.
“Haha.... kau heran Bajuri mengapa kau tak dapat mengalahkanku. Coba periksa niatmu.
Dalam kekesalannya Ustadz Bajuri  tersadar akan kesalahannya. Tubuhnya lunglai....

“D
ulu kauberangkat untuk menebang pohon itu dengan niat karena Alloh semata. Kekuatan ikhlas itulah yang membuatmu kuat dan mampu mengalahkan aku. Sekarang kau datang tidak dengan seperti itu. Kau marah padaku karena aku tak memberimu uang. Amarah yang membawamu kemari. Amarah itu bala tentaraku. Mana mungkin dapat mengalahkanku... Kaukalah Bajuri. Hahaha....” Setan tertawa melengking kemudian lenyap.
Badan Ustadz Bajuri gemetar,kemudian jatuh terduduk.....
“Aaakh!...” lelaki itu berteriak histeris. Teriakannya menggema memenuhi isi hutan. Kapaknya
dilemparkan. Tangannya  meninju-ninju tanah.  Ia mulai menangis meraung seperti induk singa yang kehilangan anaknya. Kepalanya tersungkur di tanah. Tangisannya menjadi-jadi. Ia merasa begitu bersalah,bodoh,hina, dan sangat berdosa. Atau mungkin sudah menjadi musyrik karena telah menaati setan. Telah menganggap setanlah pemberi rizkinya. Ia mendzolimi dirinya. Ia sangat menyesal.
“Astaghfirulloh ...”bibirnya berguman lirih.
Gelap mulai memeluk bukit. Dingin mulai menjalari nadi. Gemuruh menguasai langit. Hujan pun turun. Ustadz Bajuri tersujud dalam genangan air mata sesalnya. Dirinya tak hendak bangun. Hatinya hancur. Imannya luntur. Ia tertimbun bongkahan dosa. Dosa yang tak terampunkan,syirik! Talang Burung Hantu benar-benar jauh...,tak terjamah olehnya.
Warna-warni dunia tak jelas lagi. Semua hitam. Petir tajam merobek-robek langit. Hujan tak ukuran derasnya. Tumpahan air menggenangi jasad lapuk tanpa daya,menyeretnya ke tebing,lalu melemparkannya ke jurang tanpa dasar. Lenyap ditelan malam kelam.

maret 2010
                                                                                                           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar